Pentingnya Menuntut Ilmu Karena Allah – Syaikh Abdussalam asy-Syuwai’ir – #NasehatUlama
Perkara ketiga yang merupakan salah satu penghalang terbesar dalam menuntut ilmu adalah ketika seseorang mengharapkan dunia dari ilmunya dan tidak mengharapkan akhirat. Sesungguhnya di antara penghalang terbesar adalah ketika seseorang menjadikan dunia sebagai tujuan dalam ilmunya. Oleh sebab itu, barang siapa yang mencari ilmu untuk membantah orang-orang berilmu dan mendebat orang-orang bodoh, tidak akan pernah mendapatkan ilmu. Karena ilmu ini harus dicari hanya karena Allah ‘azza wa jalla.
Dan sebelum kita berbicara tentang beberapa bentuk menuntut ilmu karena dunia dan hal-hal yang terkait dengannya, kita harus berbicara dulu tentang masalah: “Bagaimana seharusnya niat dalam menuntut ilmu?”
Dan telah aku sebutkan pada kalian tadi bahwa Abu Bakar al-Marruzi atau al-Maimuni, salah satu dari mereka, ketika bertanya kepada imam Ahmad, ketika beliau berkata, “Tidak selayaknya seseorang menuntut ilmu kecuali dia harus memiliki niat.” Dia bertanya; “Apa niat dalam menuntut ilmu?” Beliau menjawab: “Mengangkat kebodohan dari dirimu sendiri dan mengajari orang lain.”
Apabila seseorang menuntut ilmu berniat menghilangkan kebodohan dari dirinya sendiri, agar bisa salat, zakat, puasa, haji dan berjual beli sesuai dengan petunjuk syariat, sunah dan taufik dari Allah, inilah niat yang benar.
Dan apabila dia berniat mempelajari ilmu yang sifatnya tidak wajib, karena dia sendiri tidak membutuhkannya, namun untuk diajarkan kepada orang lain, misalnya kepada orang yang bertanya, murid, kerabat dan keluarga, ini juga merupakan niat yang baik. Oleh sebab itulah al-Barkawi, pada awal kitabnya ketika beliau mengarang sebuah kitab tentang hukum-hukum seputar haid untuk wanita, dia berkata: “Dan kitab ini wajib dipelajari oleh kaum laki-laki untuk mengajari istri-istri mereka.” Padahal seorang laki-laki tidak memerlukan hukum-hukum haid dan nifas namun digunakan untuk mengajari istrinya. Dan beliau adalah salah seorang ahli fikih mazhab Hanafi pada abad kesepuluh hijriah. Jadi, maksudnya adalah bahwa perkara niat ini sangat mudah dan sama sekali tidak sulit.
Namun, orang-orang generasi belakangan ini mempersulit dan memperketat perkara ini, padahal sebenarnya niat adalah perkara yang mudah.
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan kepada para sahabatnya sebagaimana disebutkan dalam hadis Mahmud bin Labid ketika mereka bertanya tentang seseorang yang terkadang muncul pada dirinya riya’ dan sejenisnya. Beliau bersabda: “Katakanlah…. Ucapkanlah -sebagaimana dalam riwayat al-Baihaqi- ‘Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari mempersekutukan-Mu sedang kami mengetahuinya dan kami memohon ampun kepada-Mu dari apa yang tidak kami ketahui.`” Dan -demi Allah- tidaklah seorangpun meminta kepada Allah ‘azza wa jalla keikhlasan kecuali akan dikabulkan.
Karena Anda sedang meminta dalam keadaan ikhlas, dalam keadaan dekat dengan Allah ‘azza wa jalla dan ini merupakan bukti kesungguhan Anda. Namun, perhatikan! Di sini ada masalah, ada perbedaan antara riya’ dan menggabungkan niat. Riya’ itu bisa hilang apabila Anda memohon demikian kepada Allah ‘azza wa jalla dan adapun menggabungkan niat itu akan mengurangi pahala. Dan pembahasan tentang menggabungkan niat ini panjang, namun jika memungkinkan setelah selesainya waktu akan saya jelaskan secara ringkas. Di antara bentuk menginginkan dunia dalam menuntut ilmu adalah ketika seseorang mempelajari suatu masalah untuk mengalahkan seseorang atau untuk mempertahankan pendapat yang pernah dia ucapkan sebelum mempelajari masalah ini.
Sebagian orang mengatakan suatu pendapat di majelis dan, misalnya, dia mengikuti salah satu pendapat fikih. Kemudian datang padanya seseorang membantah pendapat tersebut dan kemudian dia pergi untuk mempelajari masalah ini bukan dengan maksud untuk mencari kebenaran, tidak pula untuk mengajarkan petunjuk dan sunah pada manusia, namun niatnya hanya untuk mengalahkan pendapat orang lain. Yang seperti ini dia belajar hanya untuk selain Allah, hanya untuk membantah dan mendebat orang lain.
Dan di sini terdapat masalah yang teramat penting, sebagian orang berkata; “Niatku tidak ikhlas karena Allah ‘azza wa jalla, jadi aku tidak perlu belajar.” Kita katakan: “Orang ini selain tidak paham, dia juga bodoh.” Karena barang siapa yang meninggalkan suatu amalan… barang siapa yang melakukan suatu amalan karena manusia berarti dia telah riya’, dan barang siapa meninggalkan suatu amalan karena manusia berarti dia telah terjatuh dalam kesyirikan. Dan ini adalah kaidah yang terkenal, meskipun ada batasan-batasan tertentu padanya.
Karena Anda sendiri yang dari awal mengatakan bahwa Anda tidak berharap Allah ‘azza wa jalla dalam menuntut ilmu, padahal niat semacam ini, ketika Anda mengucapkan ini menandakan bahwa ada ketidaknyamanan dalam diri Anda, cukup dengan memohon pada Allah ‘azza wa jalla dalam sujud dan ketika bersendirian niscaya riya’ itu akan hilang dari diri Anda. Akan tetapi, tentu, terkadang ada semacam penggabungan, tujuan ganda dalam niat, menggabungkan niat ini mengurangi pahala.
Sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadis dari Ibnu Said: “Carilah seorang muazin yang tidak meminta upah dari azannya.” (HR. Tirmizi) Dan juga dalam hadis dari Abdullah bin Umar dalam Sahih Muslim: “Tidaklah para prajurit yang berperang kemudian mengambil harta rampasan perang kecuali akan dikurangi dua pertiga dari pahala mereka.” Sehingga amalan-amalan kebaikan jika diambil darinya imbalan atau diambil darinya upah, akan mengurangi pahala dan tidak menghilangkan pahala secara keseluruhan.
Inilah maksud dari menggabungkan niat, mengurangi pahala namun tidak meniadakan pahala secara keseluruhan. Dan sebagian manusia karena ketidaktahuan mereka menyangka bahwa hal ini berarti tidak ada keikhlasan niat kemudian ditinggalkan. Dan tidaklah seorang pun, yakni kebanyakan manusia, memulai menuntut ilmu kecuali dalam dirinya ada niat mencari dunia.
Betapa banyak orang menuntut ilmu pada mulanya hanya karena melihat si Zaid atau si Amr yang merupakan ulama besar yang ketika mereka duduk dimuliakan, ketika berbicara didengarkan dan dia kagum dengannya, sehingga pandangannya tertuju padanya dan berharap bisa menjadi seperti dia. Semacam ini memang ada ketidak-baikan dalam dirinya, namun ini tidak menghilangkan nilai keikhlasan secara keseluruhan.
Namun apabila Anda menuntut ilmu karena Allah ‘azza wa jalla, yakinlah bahwa nanti niat Anda akan menjadi murni. Sufyan bin ‘Uyainah Abu Muhammad al-Makki -semoga Allah merahmati beliau- berkata: “Dulu kami menuntut ilmu untuk tujuan selain Allah, kemudian Allah enggan dan akhirnya tujuan kami menjadi hanya karena-Nya.” Sehingga ketika Anda terus belajar dan jujur dalam belajar dan Allah berikan Anda taufik dalam belajar, tidak diragukan lagi, niscaya saat itu niat Anda akan menjadi ikhlas. Dan masih ada masalah lain seputar pembahasan penggabungan niat dan pahala, yang dibahas dalam pembahasan lain di luar pembahasan ini.
====
الْأَمْرُ الثَّالِثُ مِنْ أَعْظَمِ عَوَائِقِ طَلَبِ الْعِلْمِ أَنْ يَرْغَبَ الْمَرْءُ فِي عِلْمِهِ بِالدُّنْيَا وَأَنْ يَرْغَبَ عَنِ الْآخِرَةِ
إِنَّ مِنْ أَعْظَمِ الْعَوَائِقِ أَنْ يَقْصِدَ الْمَرْءُ بِعِلْمِهِ الدُّنْيَا
وَلِذَلِكَ مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُمَارِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ وَيُجَادِلَ بِهِ السُّفَهَاءَ لَمْ يَنَلْ مِنْهُ حَظًّا
وَإِنَّمَا هَذَا الْعِلْمُ يَجِبُ أَنْ يُطْلَبَ لِلهِ عَزَّ وَجَلَّ
وَقَبْلَ أَنْ نَتَكَلَّمَ عَنْ بَعْضِ صُوَرِ طَلَبِهِ لِلدُّنْيَا وَمَا يَتَعَلَّقُ بِهَا يَجِبُ أَنْ نَتَكَلَّمَ عَنْ مَسْأَلَةٍ كَيْفَ تَكُونُ النِّيَّةُ فِي الْعِلْمِ؟
فَقَدْ ذَكَرْتُ لَكُمْ قَبْلَ قَلِيلٍ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ المَرُّوْذِيَّ أَوِ الْمَيْمُوْنِيَّ أَحَدَهُمَا لَمَّا سَأَلَ الْإمَامَ أَحَمْدَ
حِيْنَمَا قَالَ لَا يَنْبَغِيْ لِأحَدٍ أَنْ يَطْلُبَ الْعِلْمَ إِلَّا بِالنِّيَّةِ
قَالَ مَا النِّيَّةُ فِي الْعِلْمِ ؟
قَالَ أَنْ تَنْفِيَ الْجَهْلَ عَنْ نَفْسِكَ وَأَنْ تُعَلِّمَ غَيْرَكَ
إِذَا نَوَى الْمَرْءُ بِطَلَبِهِ الْعِلْمَ أَنْ يَنْفِيَ الْجَهْلَ عَنْ نَفْسِهِ لِيُصَلِّي وَ يُزَكِّي وَيَصُومَ وَيَحُجَّ وَيَبِيعَ وَيَشْتَرِيَ
عَلَى هُدًى وَسُنَّةٍ وَتَوْفِيقٍ هَذِهِ هِيَ النِّيَّةُ السَّلِيْمَةُ
وَإِنْ نَوَى أَنْ يَتَعَلَّمَ النَّافِلَةَ مِنْ هَذَا الْعِلْمِ مِمَّا لَا يَحْتَاجُهُ هُوَ وَلَكِنْ لِيُعَلِّمَ غَيْرَهُ
مِنْ سَائِلٍ أَوْ تِلْميذٍ أَوْ قَرِيبٍ أَوْ أهْلٍ فَهَذِهِ النِّيَّةُ الصَّالِحَةُ
وَلِذَلِكَ الْبَرْكَوِيُّ فِي أَوَّلِ كِتَابِهِ لَمَّا أَلَّفَ كِتَابًا عَنْ أَحْكَامِ الْحَيْضِ لِلنِّسَاءِ قَالَ وَهَذَا الْكِتَابُ يَجِبُ أَنْ يَتَعَلَّمَهُ الرِّجَالُ لِيُعَلِّمُوْا أَهْلَهُمْ
مَعَ أَنَّ الرَّجُلَ لَا يَحْتَاجُ أَحْكَامَ الْحَيْضِ وَالنِّفَاسِ وَلَكِنْ لِيُعَلِّمُوْا أَهْلَهُمْ
وَهُوَ مِنْ فُقَهَاءِ الْحَنَفِيَّةِ فِي الْقَرْنِ الْعَاشِرِ الْهِجْرِيِّ
إِذَنِ الْمَقْصُودُ أَنَّ أَمْرَ النِّيَّةِ سَهْلٌ جِدًّا وَلَيْسَ صَعْبًا اْلبَتَّةَ
وَإِنَّمَا صَعَّبَ الْمُتَأَخِّرُونَ أَمْرَهَا وَشَدَّدُوْا فِيهَا بَلْ إِنَّمَا هِيَ سَهْلَةٌ
وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ بَيَّنَ لِأَصْحَابِهِ كَمَا فِي حَدِيْثِ مَحْمُودِ بْنِ لَبِيدٍ لَمَّا سَأَلُوْهُ عَنِ الْمَرْءِ قَدْ يَقَعُ فِي نَفْسِهِ مِنَ الرِّيَاءِ وَنَحْوِهِ
فَقَالَ قُلْ… قُولُوا… كَمَا عِنْدَ الْبَيْهَقِيِّ اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ أَنْ نُشْرِكَ بِكَ وَنَحْنُ نَعْلَمُ وَنَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا نَعْلَمُ
وَ وَاللهِ مَا سَأَلَ أحَدٌ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ الْإِخْلَاصَ إِلَّا رُزِقَهُ
لِأَنَّكَ تَسْأَلُ فِي حَالِ الْإِخْلَاصِ فِي حَالِ قُرْبٍ مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ فَهَذَا دَلِيلٌ عَلَيْكَ
وَلَكِنْ اِنْتَبِهْ! هُنَا مَسْأَلَةٌ هُنَاكَ فَرْقٌ بَيْنَ الرِّيَاءِ وَالتَّشْرِيكِ فِي النِّيَّةِ
الرِّيَاءُ هُوَ الَّذِي يُنْفَى عَنْكَ إِنْ سَأَلْتَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَأَمَّا تَشْرِيكُ النِّيَّةِ فَهُوَ يُنْقِصُ الْأَجْرَ
وَالْحَديثُ فِي تَشْرِيكِ النِّيَّةِ طَوِيلٌ وَلَكِنْ إِنْ أَمْكَنَ بَعْدَ انْتِهَاءِ الْوَقْتِ يَعْنِيْ ذَكَرْتُهُ عَلَى سَبِيلِ الْاِخْتِصَارِ
مِنْ رَغْبَةِ الدُّنْيَا فِي الْعِلْمِ أَنْ يَتَعَلَّمَ الْمَرْءُ الْمَسْأَلَةَ لِيُغَالِبَ فُلَانًا أَوْ يَنْتَصِرَ لِكَلِمَةٍ قَالَهَا قَبْلَ أَنْ يَتَعَلَّمَ هَذِهِ الْمَسْأَلَةَ
بَعْضُ النَّاسِ يَتَكَلَّمُ فِي مَجْلِسٍ بِكَلِمَةٍ وَيَذْهَبُ لِرَأْيٍ فِقْهِيٍّ مَثَلًا
فَيَأْتِي لَهُ امْرُؤٌ لِيَعْتَرِضَ عَلَيْهِ فَيَذْهَبُ لِيَبْحَثَ هَذِهِ الْمَسْأَلَةَ لَيْسَ قَصْدُهُ الْوَصُولَ إِلَى الْحَقِّ
وَلَا تَعْلِيمِ النَّاسِ الْهُدَى وَالسُّنَّةَ وَإِنَّمَا قَصْدُهُ أَنْ يَنْتَصِرَ عَلَى غَيْرِهِ
هَذَا إِنَّمَا تَعَلَّمَ لِغَيْرِ اللهِ لِيُمَارِيَ غَيْرَهُ وَيُجَادِلَ غَيْرَهُ
وَهُنَا مَسْأَلَةٌ مُهِمَّةٌ جِدًّا أَنَّ بَعْضَ النَّاسِ يَقُولُ أَنَا نِيَّتِيْ لَيْسَتْ لِلهِ عَزَّ وَجَلَّ إِذَنْ سَأَتْرُكُ الْعِلْمَ
نَقُولُ هَذَا الرَّجُلُ زَادَ مَعَ جَهْلِهِ حُمْقًا فَإِنَّ مَنْ تَرَكَ الْعَمَلَ لِأَجْلِ… كُلُّ مَنْ فَعَلَ الْفِعْلَ لِأَجْلِ النَّاسِ رِيَاءٌ
وَمَنْ تَرَكَهُ لِأَجْلِهِمْ فَقَدْ وَقَعَ فِي الشِّرْكِ وَهَذِهِ قَاعِدَةٌ مَشْهُورَةٌ عَلَى تَقْيِيْدَاتٍ فِيهَا
فَلِذَلِكَ أَنْتَ أَوَّلًا مَنْ قَالَ أَنَّكَ لَا تُرِيدُ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ بِالْعِلْمِ
بَلْ إِنَّ هَذِهِ النِّيَّةَ عِنْدَمَا قُلْتَ هَذَا الشَّيْءَ يَدُلُّ عَلَى أَنَّ فِيْ نَفْسِكَ شَيْءً مُجَرَّدُ سُؤَالِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ فِي سُجُودٍ وَفِي خَلْوَةٍ وَيَنْفِي عَنْكَ الرِّيَاءُ
لَكِنْ نَعَمْ قَدْ يَكُونُ هُنَاكَ نَوْعُ التَّشْرِيكِ تَشْرِيكٌ فِي النِيَّةِ تَشْرِيكٌ فِي النِيَّةِ يَنْقُصُ الْأَجْرَ
مِثْلُ مَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَدِيثِ ابْنِ السَّعِيدِ
وَابْتَغِ مُؤَذِّنًا لَا يَأْخُذُ عَلَى أَذَانِهِ أَجْرًا
رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ
وَفِي حَدِيثِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ فِي مُسْلِمٍ مَا مِنْ غَازِيَّةٍ يَغْزُونَ فَيَغْنَمُونَ إِلَّا تَعَجَّلُوا ثُلُثَيْ أَجْرِهِمْ
فَأَعْمَالُ اْلقُرُبَاتِ إِذَا أُخِذَ عَلَيْهَا أَجْرٌ أَوْ أُخِذَ عَلَيْهَا جُعْلٌ نَقَصَ الْأَجْرُ وَلَمْ يُعْدِمْهَا بِالْكُلِّيَّةِ
هَذَا مَعْنَى التَّشْرِيكِ فِي النِّيَّةِ يُنْقِصُ الْأَجْرَ وَلَا يُنْفِيهِ بِالْكُلِّيَّةِ
فَبَعْضُ النَّاسِ لِجَهْلِهِ ظَنَّ أَنَّ هَذَا عَدَمُ النِّيَّةِ فَتَرَكَهُ
وَمَا مِنِ امْرِئٍ فِي الْغَالِبِ يَبْتَدِئُ بِطَلَبِ الْعِلْمِ إِلَّا وَفِي نَفْسِهِ طَلَبًا مِنَ الدُّنْيَا
فَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ إِنَّمَا يَطْلُبُ الْعِلْمَ فِي أَوَّلِ أَمْرِهِ لِأَنَّهُ رَأَى زَيْدًا أَوْ عَمْرًا مِنَ الْمَشَايِخِ الْكِبَارِ الَّذِي إِذَا جَلَسَ عُظِّمَ
وَإِذَا تَكَلَّمَ سُمِعَ لَهُ فَأُعْجِبَ بِهِ فَنَظَرَ إِلَيْهِ فَتَمَنَّى أَنْ يَكُونَ مِثْلَهُ
هَذَا فِي… فِي نَفْسِهِ شَيْءٌ لَكِنْ لَيْسَ نَافِيًا لِلرِّيَاءِ… لِلإِخْلَاصِ بِالْكُلِّيَّةِ
وَلَكِنْ إِنْ طَلَبْتَ الْعِلْمَ لِلهِ عَزَّ وَجَلَّ فَثِقْ أَنَّهُ سَتَصْفَى النِّيَّةُ بَعْدَ ذَلِكَ
يَقُولُ سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ أَبُو مُحَمَّدٍ الْمَكِّيُّ عَلَيْهِ رَحْمَةُ اللهِ طَلَبْنَا الْعِلْمَ لِغَيْرِ اللهِ فَأَبَى اللهُ أَنْ يَكُونَ إِلَّا لَهُ
عِنْدَمَا تَسْتَمِرُّ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ وَتَصْدُقُ فِيهِ وَيُوَفِّقُكَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ فِي ذَلِكَ فَإِنَّكَ حِيْنَئِذٍ سَتَخْلُصُ نِيَّتُكَ وَلَا شَكَّ
وَيَبْقَى مَسْأَلَةُ التَّشْرِيكِ وَالْأُجُورِ لَهَا حَديثٌ آخَرُ غَيْرُ هَذَا الْأَمْرِ